Jika dirata-ratakan hampir semua rumah memiliki benda ini, tak lagi TV dipandang sebagai kebutuhan tersier.
Bahkan kini TV telah berangsur menjadi barang sekunder. Anak kos saja sudah wajib ada Tv dikamarnya. Berbagai tayangan bisa dinikmati dari yang serius sampai humor. Dan untuk menikmatinya tidak perlu membayar iyuran rutin tiap bulan. Asalkan tvnya tidak rusak .
Berbagai tayangan berpacu dilayar mencari penonton setia dan rating. Sayangnya semua itu lebih mengarah pada bisnis semata tanpa memperhatikan kuantitas dan kualitas. Tidak mengherankan jika banyak acara yang tidak sehat bahkan alay.
Istilah Acara alay tidak akan ditemukan dalam instrumen bahasa perundang-undangan tapi KPI berusaha menyikapi setiap tayangan yang bernilai negatif .
Merindukan tontonan yang menjadi tuntunan.
Tayangan TV lebih mementingkan segi komersial semata sehingga melupakan generasi muda. Banyak dari mereka (pembuat program) melupakan kelompok usia muda, padahal kelompok ini merupakan penerus bangsa.Apa jadinya jika pikiran mereka diisi oleh hal yang mubazir? Hampir setiap hari mereka melihat tayangan yang ngebuka aib orang, bahkan di talkshowpun yang diharapkan bisa memberi inspirasi pun tak jarang ada saling cela dengan bahasa yang kasar.
Belum lagi gempuran dari cerita Indah FTV dan sinetron yang sering membahas pelakor dan kekerasan. Atau indahnya masa sekolah yang hanya diisi dengan cinta-cintaan,gank dsbnya. Pernahkah melihat cerita remaja yang membahas isu lingkungan atau jika itu agak sulit setidaknya membahas pelajaran sekolah? No... no belum ketemu sampai saat ini.
Mau jadi apa bangsa ini? Jika pikiran mereka sudah diisi dengan tontonan yang seperti itu?
Sumber gambar: http://www.jatengpos.com/2018/03/kabar-artis-dukung-deddy-corbuzier-anji-tayangan-alay-bikin-malas-berprestasi-
Ah... Serasa ingin nostalgia untuk tontonan yang berkesan semasa kecil. Saya lupa nama acaranya tapi setiap minggu ada sebuah acara pendidikan seperti matematika, IPA, IPS, dan bahasa. Acara ini dikemas sedemikian rupa tanpa merasa bosan.
Belajar sambil menonton, itu yang dirasakan. Acaranya diawali dengan percakapan beberapa anak yang bingung menyelesaikan soal cerita matematika (jika kebetulan hitungan) . Naaah... saya juga sudah siap dengan kertas buram dan mulai mencoret-coret juga.
Ada keseruan tersendiri jika berhasil memecahkannya. Kalau tidak pun tidak masalah sudah dapat ilmu baru bukan? Ini juga untuk mata pelajaran lainnya. Bahkan recycle barang bekaspun juga ada.
Tayangan juga dikenali dari musiknya yang khas, seolah memanggil penonton dan itu tayangan si unyil. Mengajarkan hal yang baik melalui tontonan. Trus bagaimana dengan keberadaan sinetron, reality show, ftv? Semasa itu belum sedahsyat sekarang, keberadaan Tv swasta belum sebanyak sekarang dan untuk menikmatinya harus membeli antena 3 jari( itupun hanya 1chanel).
Merindukan tayangan yang bergizi lengkap sangatlah sulit saat ini. Menemukan paket komplit seperti menghibur, menambah wawasan, menginspirasi dan tentunya mempunyai nilai edukasi terutama bagi anak serasa mencari jerami ditumpukan jarum.
Kata kuncinya adalah harus kritis, didalam memilih stasiun tv mana yang punya visi baik untuk anak-anak di masa depan.
Tayangan saat ini agak miris banyak mengarah ke body shame, kasar, membuka aib orang. Kesemua itu sering digunakan sebagai materi lawakan. Dan jujur saya tidak menemukan sesuatu yang menggelitik untuk memancing tawa saat menonton acara alay ini.
Dari kesemua penonton acara alay anaklah yang menjadi korban. Sebab setiap tayangan memiliki pengaruh terhadap anak. Menurut Aurora Lumbantoruan, MPsi.Psi, psikolog klinis, Jika anak sering terpapar atau sering menyaksikan acara tersebut, dampak secara langsung yang terjadi yaitu anak menyerap informasi dari tayangan tersebut. Apalagi jika kata-kata unik, baru, dan ditonjolkan atau diulang-ulang, anak cenderung mengikutinya terutama pada Balita yang mudah meniru.
Masih menurutnya "selain balita anakpun juga mengimitasi gaya tanpa memikirkannya terlebih dahulu"
Pernyataan ini juga senada dengan psikolog anak yang juga praktisi terapi Bach Flower Remedies Alva Paramitha. Dia mengatakan" tayangan-tayangan penuh gimmick, drama berlebihan, dan candaan yang kelewatan bisa berpengaruh pada sifat dan kesehatan mental anak bahkan dapat merusak otak anak.
"Ada fungsi eksekutif atau penyelesaian masalah di bagian otak Bayangkan bagaimana otak bekerja, apabila distimulasi dengan tontonan yang tidak baik" lanjutnya
Peran Masyarakat dan Lembaga Penyiaran
Tidak suka matikan Tvnya atau jangan ditonton suara itu bergema menantang keluhan untuk tayangan alay.Mereka penantang ini marah saat disebutkan tontonan tak bisa jadi tuntunan.
Solusi tidak semudah itu dengan mematikan atau jangan ditonton , jangan pernah lupakan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap anak.
Bagaimana jika anakmu berteman dengan yang sudah terpapar kealayan? Malahan ikut berprilaku seperti yang ada ditayangan.Ondeh mandeh...
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat memiliki peran dalam menjaga anggota keluarganya dari tayangan alai adapun yang bisa dilakukannya dengan:
1.memfilter siaran yang ditonton anak dan jangan sampai orangtua terhanyut akibat ikut menonton acara bersama anaknya .
Orang tua harus selektif memilih tayangan berdasarkan umur anaknya
2.memilih siaran TV kabel
Banyak orangtua lebih memilih untuk tidak tersambung dengan tv lokal.Tv kabel dianggap lebih aman, sayangnya ini hanya dinikmati oleh yang punya uang lebih
3. memberi masukan kepada lembaga penyiaran agar bisa mengontrol tayangan televisi. Bahkan jika ada yang tidak sesuai langsung melaporkannya KPI
Masalah tayangan alay merupakan masalah kita semua .Sebagai seorang blogger inilah bentuk usaha yang bisa dilakukan dengan menyuarakan keadaan tontonan alay yang tidak bisa jadi tuntunan .
No comments:
Post a Comment
Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung