Merantaulah, Karenanya Akan Kaya Pengalaman
December 03, 2018
Saya punya prinsip selagi belum terikat akan terbang jauh melihat dunia . Hmmm... Sedikit lebai pembukaan
Kecanggihan membuat melihat dunia itu mudah, tinggal klik saja. Tapi menurut saya takkan bermakna tanpa menetap dan interaksi.
Yup, merantau. Cara terbaik untuk mendewasakan diri, menemukan suasana baru, pengalaman baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru pula. Merantau tak semudah mengucapkannya perlu keberanian meninggalkan zona nyamannya menuju wilayah baru.
Saya beruntung telah merasakan pengalaman jauh dari rumah sebelum menikah. Merasa sedikit terasah dan tidak kaget lagi dengan keunikan suatu daerah. Tidak kagok saat interaksi dengan tetangga yang beda kultur budaya. Bahkan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. *bukan memuji diri sendiri.
Seumur segini saya udah merantau 3 kali, dan pengalamannya pun berbeda. Nah kota apa saja kah?
Oh iya untuk pembandingnya tak lengkap tanpa cerita kampung
Menurut saya kedua tempat ini saling mendukung dan unik. Orang berbelanja akan menuju Payakumbuh , disini banyak pusat pertokoan besar. Kota ini tak pernah tidur, transaksi selalu terjadi.Ingin belanja pakaian dimalam hari tak usah ragu, pedagang kaki lima selalu standbay dari sore sampai subuh. Atau kelaparan ditengah malam langkahkan kaki ke food street beragam makanan ada, dari yang berat sampai ringan. Bahkan yang jual nasi pun ada.
Kabupaten 50 kota memiliki objek wisata yang udah terkenal yaitu lembah harau. Daya tariknya adalah air terjunnya dan tebingnya yang menantang pemanjat untuk penaklukannya. Tak salah jika disebut dengan Yosemite Indonesia.
Berbeda dengan Payakumbuh memiliki penduduk yang padat dan bervariasi,ada pedagang, petani, PNS. Kabupaten masih jarang dan variasinya tidak Setajam di kota gelamai.
Dari kecil sampai SMA saya menghabiskan waktu di sini,merasakan bahagia dan sedih ditengah keluarga.
Memandangi hamparan sawah dan parak setiap saat. Merasakan kemudahan ,apa-apa tinggal bilang orang tua.
Di padang saya tak begitu kesepian, kost bersama adik dan bertemu teman SMA. Jarak padang dengan payakumbuh tidak terlalu jauh,jika kangen tinggal pulang.
Malahan saya sering berangkat subuh untuk kuliah jam 8 pagi dan itu masih terkejar.
Hal yang dirasa kurang nyaman di padang selain tak bisa serumah dengan orang tua adalah cuaca yang panas. Kipas tak pernah non stop mengipasi kami.
Yang seru dipadang adalah ada plaza, pantai dan makanannya hitz. Merupakan kewajaran untuk ukuran kota besar,inovasi makanan mudah ditemukan. Walaupun begitu lauknya tak senikmat masakan rumah.
Menikmati kenyamanan dan kemudahan dengan susasana yang ada, tidak bagus untuk masa depan. Ini akan menjadikan pribadi yang akan gagap terhadap dunia luar. Ini saya rasakan awal merantau .Bingung mau apa dan kagok saat interaksi dengan teman kuliah yang berasal dari berbagai daerah.
Yup.padang merupakan tempat tujuan kuliah semua orang
Saya bekerja di sebuah Rs dengan gaji yang kecil membuat harus pintar mengatur keuangan. Membeli apapun harus berpikir 2 kali demi mengamankan dompet untuk sebulan kedepan. Saya harus bisa bertahan dengan kondisi segitu, malu aaah minta uang diakhir bulan karena gaji tak cukup.
Merantau membuat saya menghargai apa artinya uang,mengumpulkan duit receh untuk bisa menyambung hidup di tanggal tua. Tak disadari saya menjadi pribadi yang pintar dalam penghematan.
Interaksipun makin luas . Saya bertemu berbagai karakter perilaku , serta attitude yang beragam sehingga harus pintar-pintar mencari lingkaran pertemanan yang baik. Berteman dengan semua teman kerja tapi harus jaga jarak. Saya harus memilah teman yang baik atau berpura-pura baik.
Interaksi lainnya dengan bos yang moody ,pasien dan keluarganya. Terutama keluarga pasien deuuhh yang tak sabaran, sering meremehkan orang.
Pahit kerasnya hidup yang sesungguhnya terasa. Berusaha bersabar dengan kondisi keuangan yang morat marit. Bukan saya yang boros tapi gaji yang tak sesuai dengan beban kerja. Berusaha pindah kerja ngak ada panggilan. Belum lagi badan lelah pulang kerja ketemu sama yang manyun. Duh...pahitnya
Hal lain yang buat saya tak betah di sini adalah di pekan baru panass banget. Lebih daripada di padang.
Untuk hal yang disukai banyaknya mall yang bisa cuci mata dan transportasi yang lancar.
Baca: teman Setia perjalanan
Berangkat dari Bukittinggi menuju Jambi makan waktu 14 jam. Di tambah lagi 3 jam menuju tebing tinggi. Perjalanan jauh ini melelahkan.
Di sini saya merasakan pure kemandirian (memasak,belanja, mengerjakan pekerjaan lainnya ), berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama. Ya.. Iyaalah kan udah berdua.
Keberuntungan yang patut di syukuri adalah kami mendapat fasilitas rumah dan listrik serta air yang disubsidi perusahaan. .
Disini saya merasakan interaksi dengan berbagai kultur budaya dan agama. Berkomunikasi dengan warga komplek, teman suami dan masyarakat. sekitar. Keragaman ini menjadikan kami bertoleransi tapi hal buruknya adalah persaingan terutama warga komplek.
Baca: akan salah menilai jika belum kenal 5 fakta
Tak seperti daerah rantau lainnya. Di sini Sepi, fasilitas tak seperti dikota. Mau ngabuburitpun bingung kemana. Sepanjang jalan ketemu sawit dan akasia yang melambai.
Baru beberapa tahun di sini saya melihat banyak hal seperti kerasnya hidup, melihat orang mengolah lahan sawit yang luas. Bertemu pasien dengan keluhan luka akibat duri sawit. Melihat akasia yang diangkut truk besar ke pelabuhan.
Sebuah ungkapan mengatakan "Kalau kita keras pada hidup maka hidup akan lemah padamu, tapi sebaliknya ketika kamu lemah terhadap hidup maka hidup akan keras pada dirimu". Saya menemukannya di sini.
Kecanggihan membuat melihat dunia itu mudah, tinggal klik saja. Tapi menurut saya takkan bermakna tanpa menetap dan interaksi.
Yup, merantau. Cara terbaik untuk mendewasakan diri, menemukan suasana baru, pengalaman baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru pula. Merantau tak semudah mengucapkannya perlu keberanian meninggalkan zona nyamannya menuju wilayah baru.
Saya beruntung telah merasakan pengalaman jauh dari rumah sebelum menikah. Merasa sedikit terasah dan tidak kaget lagi dengan keunikan suatu daerah. Tidak kagok saat interaksi dengan tetangga yang beda kultur budaya. Bahkan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. *bukan memuji diri sendiri.
Seumur segini saya udah merantau 3 kali, dan pengalamannya pun berbeda. Nah kota apa saja kah?
Oh iya untuk pembandingnya tak lengkap tanpa cerita kampung
Payakumbuh
Bahasa minangnya adalah payakumbuah, berbatasan dengan kab 50 kota. Kadangkala orang suka menyamakan keduanya, padahal beda. Tapi tak bisa juga disalahkan karena orang terutama yang diluar Payakumbuh lebih mengenal kota batiah ini ketimbang kabupaten 50 kota.Menurut saya kedua tempat ini saling mendukung dan unik. Orang berbelanja akan menuju Payakumbuh , disini banyak pusat pertokoan besar. Kota ini tak pernah tidur, transaksi selalu terjadi.Ingin belanja pakaian dimalam hari tak usah ragu, pedagang kaki lima selalu standbay dari sore sampai subuh. Atau kelaparan ditengah malam langkahkan kaki ke food street beragam makanan ada, dari yang berat sampai ringan. Bahkan yang jual nasi pun ada.
Kabupaten 50 kota memiliki objek wisata yang udah terkenal yaitu lembah harau. Daya tariknya adalah air terjunnya dan tebingnya yang menantang pemanjat untuk penaklukannya. Tak salah jika disebut dengan Yosemite Indonesia.
Berbeda dengan Payakumbuh memiliki penduduk yang padat dan bervariasi,ada pedagang, petani, PNS. Kabupaten masih jarang dan variasinya tidak Setajam di kota gelamai.
Dari kecil sampai SMA saya menghabiskan waktu di sini,merasakan bahagia dan sedih ditengah keluarga.
Memandangi hamparan sawah dan parak setiap saat. Merasakan kemudahan ,apa-apa tinggal bilang orang tua.
Padang
Kenginan merantau itu terwujud saat kuliah. merasakan berbagi kamar kost ,memaklumi kejorokan orang, bertoleransi, menyelesaikan masalah dan mandiri.Di padang saya tak begitu kesepian, kost bersama adik dan bertemu teman SMA. Jarak padang dengan payakumbuh tidak terlalu jauh,jika kangen tinggal pulang.
Malahan saya sering berangkat subuh untuk kuliah jam 8 pagi dan itu masih terkejar.
Hal yang dirasa kurang nyaman di padang selain tak bisa serumah dengan orang tua adalah cuaca yang panas. Kipas tak pernah non stop mengipasi kami.
Yang seru dipadang adalah ada plaza, pantai dan makanannya hitz. Merupakan kewajaran untuk ukuran kota besar,inovasi makanan mudah ditemukan. Walaupun begitu lauknya tak senikmat masakan rumah.
Menikmati kenyamanan dan kemudahan dengan susasana yang ada, tidak bagus untuk masa depan. Ini akan menjadikan pribadi yang akan gagap terhadap dunia luar. Ini saya rasakan awal merantau .Bingung mau apa dan kagok saat interaksi dengan teman kuliah yang berasal dari berbagai daerah.
Yup.padang merupakan tempat tujuan kuliah semua orang
Pekanbaru
Merantaulah dan keluarlah dari zona nyamanmu, di Kota bertuah inilah saya merasakannya. Jauh dari keluarga. Tak lagi katak dalam tempurung , saya mengetahui bahwa dunia luar mengasyikan dan banyak tantangan yang harus dihadapi.Saya bekerja di sebuah Rs dengan gaji yang kecil membuat harus pintar mengatur keuangan. Membeli apapun harus berpikir 2 kali demi mengamankan dompet untuk sebulan kedepan. Saya harus bisa bertahan dengan kondisi segitu, malu aaah minta uang diakhir bulan karena gaji tak cukup.
Merantau membuat saya menghargai apa artinya uang,mengumpulkan duit receh untuk bisa menyambung hidup di tanggal tua. Tak disadari saya menjadi pribadi yang pintar dalam penghematan.
Interaksipun makin luas . Saya bertemu berbagai karakter perilaku , serta attitude yang beragam sehingga harus pintar-pintar mencari lingkaran pertemanan yang baik. Berteman dengan semua teman kerja tapi harus jaga jarak. Saya harus memilah teman yang baik atau berpura-pura baik.
Interaksi lainnya dengan bos yang moody ,pasien dan keluarganya. Terutama keluarga pasien deuuhh yang tak sabaran, sering meremehkan orang.
Pahit kerasnya hidup yang sesungguhnya terasa. Berusaha bersabar dengan kondisi keuangan yang morat marit. Bukan saya yang boros tapi gaji yang tak sesuai dengan beban kerja. Berusaha pindah kerja ngak ada panggilan. Belum lagi badan lelah pulang kerja ketemu sama yang manyun. Duh...pahitnya
Hal lain yang buat saya tak betah di sini adalah di pekan baru panass banget. Lebih daripada di padang.
Untuk hal yang disukai banyaknya mall yang bisa cuci mata dan transportasi yang lancar.
Tebing tinggi
Saya terdampar di sini semenjak menikah, mengikuti si uda yang bekerja di perusahaan. Awal ke sini berpikir bisakah melewatinya.Baca: teman Setia perjalanan
Berangkat dari Bukittinggi menuju Jambi makan waktu 14 jam. Di tambah lagi 3 jam menuju tebing tinggi. Perjalanan jauh ini melelahkan.
Di sini saya merasakan pure kemandirian (memasak,belanja, mengerjakan pekerjaan lainnya ), berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama. Ya.. Iyaalah kan udah berdua.
Keberuntungan yang patut di syukuri adalah kami mendapat fasilitas rumah dan listrik serta air yang disubsidi perusahaan. .
Disini saya merasakan interaksi dengan berbagai kultur budaya dan agama. Berkomunikasi dengan warga komplek, teman suami dan masyarakat. sekitar. Keragaman ini menjadikan kami bertoleransi tapi hal buruknya adalah persaingan terutama warga komplek.
Baca: akan salah menilai jika belum kenal 5 fakta
Tak seperti daerah rantau lainnya. Di sini Sepi, fasilitas tak seperti dikota. Mau ngabuburitpun bingung kemana. Sepanjang jalan ketemu sawit dan akasia yang melambai.
Baru beberapa tahun di sini saya melihat banyak hal seperti kerasnya hidup, melihat orang mengolah lahan sawit yang luas. Bertemu pasien dengan keluhan luka akibat duri sawit. Melihat akasia yang diangkut truk besar ke pelabuhan.
Sebuah ungkapan mengatakan "Kalau kita keras pada hidup maka hidup akan lemah padamu, tapi sebaliknya ketika kamu lemah terhadap hidup maka hidup akan keras pada dirimu". Saya menemukannya di sini.
2 komentar
Gatau kenapa paling takut merantau, sekali kalinya tinggal di kota orang selama dua minggu krna harus training kerja hehehe
ReplyDeleteSakampuang wak kironyo Uni.
ReplyDeleteAwak kuliah Kesmas lo di Padang
Hai... silahkan tinggalkan pesan dan tunggu saya approve ya...
terima kasih udah berkunjung